laman

Penafsiran Al-Qur'an dari masa ke masa

Tugas Ilmu Tafsir
Penafsiran Al-Qur’an dari Masa ke Masa
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :


A.       Pengertian tafsir
Kata tafsir berasal dari kata fassara – yufassiru – tafsiran yang berarti keterangan atau uraian.
Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-kasyaf (mengungkap), al-izhar (menampakkan), dan al-ibanah (menjelaskan).

1.       Tafsir pada masa Rasulullah SAW
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga mayoritas orang Arab mengerti makna dari ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga banyak diantara mereka yang masuk Islam setelah mendengar bacaan al-Qur’an dan mengetahui kebenarannya. Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an, antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan al-Qur’an.

2.       Tafsir pada masa Sahabat

Metode yang digunakan oleh para sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an adalah; Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan bahasa, adat apa yang mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya.
Diantara tokoh mufassir pada masa ini adalah: Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Aisyah. Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan do’a dari Rasulullah. Penafsiran shahabat yang didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama dengan hadist marfu.  Atau paling kurang adalah Mauquf.  Adapun sumber pedoman para sahabat dalam menafsirkan alqur’an yang pertama kitabullah, kemudian penjelasan rasulullah, yang ketiga ahlul kitab dan yang terakhir ialah menggunakan ijtihad.


3.       Tafsir pada masa thabi’in

Metode penafsiran yang digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sahabat, karena para  tabi’in mengambil tafsir dari mereka. Adapun landasan atau pedoman penafsitan pada masa tabi’in ini yaitu alqur’an, penjelasan nabi, penjelasan sahabat, ahlul kitab dan terakhir ijtihad.

 Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1)- Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.
2)- Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli.
Dan
3)- Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.
Tafsir yang disepakati oleh para tabiin bisa menjadi hujjah, sebaliknya bila terjadi perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalil atas pendapat yang lainnya.

4.      Tafsir pada masa pembukuan ( tadwin )

Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu;
Periode Pertama, pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah
yang masih memasukkan ke dalam sub bagian dari hadits yang telah dibukukan sebelumnya. Periode Kedua, Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secara terpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan meletakkan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Jarir At-Thobary, Abu Bakar An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dalam tafsirannya, dengan mencantumkan sanad masing-masing penafsiran sampai ke Rasulullah, sahabat dan para tabi’in. Periode Ketiga, Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihat
kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut.
. Periode Keempat, pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku – buku tarjamahan dari luar Islam. Sehingga metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan metode bin naqly ( dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar 6 fiqih menafsirkan ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya. Periode Kelima, tafsir maudhu’i yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin bidang keilmuan seperti yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim dalam bukunya At-Tibyan fi Aqsamil Al-Qur’an, Abu Ja’far An- Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al-Wahidi Dengan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penafsiran masa tadwin
Masa Pembukuan Periode ketiga dari perkembangan tafsir adalah periode pembukuan (tadwin), yang dimulai pada akhir kekhalifahan Bani Umayah dan awal kekhalifahan Bani Abbasiyah.Dalam periode ini tafsir memasuki beberapa tahap, masing-masing dengan metode dan cirinya yang berbeda-beda. Pada tahap pertama, tafsir masih belum dibukukan secara sistematis, yaitu disusun secara berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat dari awal al-Qur’an sampai akhir, tetapi hanya merupakan usaha sampingan dari para ulama dalam rangka mengumpulkan hadis-hadis yang tersebar diberbagai daerah. Karena pada waktu itu, para ulama lebih memprioritaskan terhadap hadis, sehingga tafsir hanya merupakan salah satu bab dari sekian banyak bab yang dicakupnya, dan tafsir tersebut dibukukan dalam bentuk bagian dari pembukuan hadis.
1.      pada tahap pertama
Para ulama yang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap periwayatan tafsir yang dinisbahkan kepada Nabi, sahabat dan tabi’in disamping perhatiannya terhadap pengumpulan hadis adalah Yazid bin Harun as-Sulami (w. 117 H), Su’bah bin al-Hajjaj (w. 160 H), Waki’ bin Jarrah (w. 197 H), Sufyan bin Uyainah (w. 198 H), Rauh bin Ubadah al-basri (w. 205 H), Abdurrazaq bin Hammam (w. 211 H), Adam bin Abu Iyas (w. 220 H), dan Abd bin Humaid (w. 249 H), yang kesemuanya pada dasarnya adalah imam dan tokoh-tokoh ilmu hadis.Tafsir golongan ini sedikitpun tidak ada yang sampai pada kita, dan yang kita terima hanyalah nukilan-nukilan yang dinisbatkan kepada mereka sebagaimana terdapat di dalam kitab-kitab tafsir bi al-ma’sur.
2.      Pada tahap kedua,
lalu muncul beberapa ulama yang menulis tafsir secara khusus dan berusaha memisahkan antara penafsiran al-Qur’an dari usaha pengumpulan dan pembukuan hadis serta manjadikannya sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Al-Qur’an ditafsirkan secara sistematis, sesusi dengan tertib Mushaf. Usaha ini mulai berlaku dari akhir abad III Hijriyah dan berakhir pada awal abad V Hijriyah. Adapun tokoh-tokohnya adalah Ibnu Majah (w. 273 H), Ibnu Jarir ath-Thabari (w. 310 H), Abu Bakr bin al-Munzir an-Naisaburi (w. 318 H), Ibn Abi Hatim (w. 327 H), Abu Syaikh bin Hibban (w. 369 H), al-Hakim (w. 405 H), dan Abu Bakar bin Mardawaih (w. 410 H), dll. Dalam tafsirnya mereka masih menggunakan corak tafsir bi al-ma’tsur, yaitu dengan jalan mencantumkan riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Nabi, sahabat, tabi’in, dan tabi’ at-tabi’in. Dalam pengambilan riwayat, terkadang juga disertai dengan adanya pentarjihan terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan dan memberikan kesimpulan sejumlah hukum serta menjelaskan kedudukan kata jika diperlukan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Jarir at-Thabari dalam kitab tafsirnya Jami’ al Bayan fi Tafsir al-Qur’an.
3.      Tahap ketiga,
 perkembangan tafsir tidak berhenti sampai pada corak tafsir bi al-ma’tsur saja, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa ulama tersebut di atas, tetapi berlanjut pada perkembangan berikutnya. Dimana muncul sejumlah mufassir yang dalam aktifitasnya mulai meringkas sanad-sanad dan menghimpun berbagai pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya. Oleh karena itu, terjadilah pemalsuan dalam bidang tafsir yang mengakibatkan bercampurnya antara riwayat-riwayat yang shahih dengan yang tidak shahih. Sehingga para peneliti dan pengakaji kitab-kitab tersebut beranggapan bahwa semua riwayat yang terdapat didalamnya adalah shahih, yang pada akhirnya mereka juga akan menjadikan riwayat-riwayat tersebut sebagai sumber penafsirannya. Di sisi lain mereka juga mulai menggunakan cerita-cerita israiliyyat sebagai dasar penafsirannya tanpa diseleksi terlebih dulu.
4.      Tahap keempat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka pembukuan tafsir sudah mulai mencapai kesempurnaan, yang ditandai dengan banyaknya cabang ilmu pengetahuan serta banyaknya madzhab yang bermunculan. Sehingga para mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah keberbagai kecenderungan. Akibat dari itu semua, maka perkembangan tafsir mulai mengarah kepada tafsir bi al-ra’y, yang dalam perkembangnnya telah terjadi melalui beberapa tahap secara berangsur-angsur.














RANGKUMAN
I.        Penafsiran alqura’an dimulai sejak masa rasulullah ,sahabat, tabi’in hingga masa tadwin ( pembukuan ).
II.      Para tokoh mufassirin yang bermunculan pada masa sahabat ialah Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Aisyah.
III.    Pedoman dalam menafsirkan alqur’an pada masa sahabat ialah : pertama      kitabullah, kemudian penjelasan rasulullah, yang ketiga ahlul kitab dan yang terakhir ialah menggunakan ijtihad.
IV.    Pada masa tabi’in muncul beberapa madrasah yang membahas kajian ilmu tafsir dan banyak tokoh atau para mufassir yang mucul pada saat itu diantara lain :
1)- Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.
2)- Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli
3)- Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin
Di’amah As-Sadusy.
V.      Pedoman para mufassir pada masa tabi’in : alqur’an, penjelasan nabi, penjelasan sahabat, ahlul kitab dan terakhir ijtihad.




 *SOAL-SOAL
1. Masa tadwin d sebut jugan masa ?
a. masa pembukuan     d.masa khalifan
b. masa sahabat           e. masa tabiin
c. masa tabiin-tabiin
2. Masa pembukuan di mulai pada akhir pemerintahan ?
a. khalifan umar bin khattab
b. khalifah bani umayyah..
c. khalifan bani abbasiyah
d. khalifah ali bin abi thalib
e. khalifan utsman bin affan
3.  salah satu sahabat yang mempunyai perhatian yangsangat besar terhadap tafsir adalah?
a. bilal bin rabbah        d. utsman bin affan
b. yazid bin harun       e.  b dan c benar.
c. su’bah bin al-hajjaj
4. Ada berapa tahap kah masa pembukuan ?
a. 1                              d. 4
b. 2                              e. 5
c. 3.
5.  mengapa para sahabat lebih menekankan tafsir pada masa tadwin ?
a. karena sahabat sudah selesai meringkas hadits.
b. karena tafsir sudah tidak di butuhkan lagi
c. karena Al-Quran tercampur dengan  mushaf-mushaf lain.
d. karena sahabat hannya iseng-iseng saja

e. karena agar membuktikan keaslian Al-Quran

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penafsiran Al-Qur'an dari masa ke masa"

Post a Comment