BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mungkin tiap orang bisa menangkap
salah keterangan ini dengan mengambil kesimpulan,bahwa yang perlu untuk
mendekati tuhan hanyalah ucapan tahlil,tdak perlu sembahyang,tidak perlu
puasa,tidak perlu zakat,dan tidak perlu haji.Tarekatlah dan mursyidnya yang
akan menunjuk mengajari orang itu serta membimbingnya,bahwa maksudnya itu bukan
demikian,Disamping semua kewajiban agama,yang kadang-kadang dikerjakan dengan
tidak berjiwa,keyakinan mentauhidkan tuhan itulah yang tidak boleh
ditinggalkan,apakah tauhid itu akan diucapkan dengan lidah sebagai
latihan,apakah ia akan diresapkan dengan ingatan,semua itu pekerjaan seorang
mursyid yang bijaksana.lebih dahulu meresapkan keesaan tuhan,kemudian baru taat
dan mempersembahkan amal ibadat kepada-NYA.
Salah satunya yang sangat penting
bagi sebuah tarekat adalah silsilah.Silsilah itu bagaikan kartu nama dan
legitimasi sebuah tarekat,yang akan menjadi tolok ukur sebuah tarekat itu
mu’tabarah(dianggap sah) atau tidak.Silsilah tarekat adalah ”nisbah”,hubungan
guru terdahulu sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada nabi.Hal
ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus
benar-benar berasal dari nabi.kalau tidak demikian halnya berarti tarekat itu
terputus dan palsu,bukan warisan dari nabi.
B. Rumusan Masalah
Terutama di negeri kita ini pada
waktu yang akhir sangat banyak
terpelajar mencemoohkan tarekat,sebagaimana mereka mencemoohkan tasawwuf
umumnya,seakan-akan suatu pekerjaan yang dibuat-buat dan tersia-sia dalam
kehidupan islam.Apakah mereka sudah kenal tarekat atau tasawwuf itu dari dekat?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Salah
satu syarat untuk mengikuti UAS
(ujian akhir semester) 2013/2014
Tujuan umum :
1. Untuk mengetahui sejauh mana Tarekat itu
apakah sudah tersosialisasi dengan baik,
2. Untuk menambah pengetahuan tentang
tarekat dan tasawuf
D. Manfaat Penulisan
1. Memotivasi kita agar selalu
bersungguh-sungguh dalam beribadah
2. Ilmu itu penting, maka dari itu
tiada istilah tua untuk belajar
3. Menambah pengetahuan kita
tentang sebuah tarekat
BAB II
SEJARAH DALAM TAREKAT
NAQSABANDIYAH
KHOLIDIYAH
I. Sejarah Tareqat Naqsabandiyah
Kholidiyah
Cabang naqsabandiyah diturkestan
mengaku berasal dari tarekat thaifuriyah dan cabang-cabang yang lain terdapat
dicina,kazan,turki,India dan jawa.disebutkan dalam sejarah bahwa tarekat itu
didirikan oleh bahauddin,pada tahun 1338 M.dalam pada itu ada suatu cabang
naqsabandiyah diturki,yang berdiri dalam abad ke XIX,bernama tarekat
kholidiyah.
Menurut sebuah
kitab,dikatakan,bahwa pokok-pokok tarekat kholidiyahdiletakkan oleh syeikh
sulaiman zuhdi al-kholidi,yang lama bertempat tinggal dimekkah.dalam silsilah
dapat dibaca,bahwa tawassul tarekat ini dimulai dengan Dyiyaudin
kholid,sambung-menyambung dengan
beberapa syeikh naqsabandiyah,akhirnya sampai kepada thaifur,ja’far,salman,abu
bakar dan terus-menerus sampai nabi muhammad saw,jibril dan ALLAH.jika kita
selidiki akan kelihatan,bahwa perpecahan tarekat ini dimulai dari tarekat
Aliyah,satu cabang dari pada tarekat naqsabandiyah khwajakaniyah yang terkenal.
Untuk memperjelas mengenai sejarah
perkembangan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, berikut ini tarekat yang berada
disalah satu di kota kita yaitu kudus mengemukakan juga mengenai sililah
masyayikh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah sebagai berikut: Syekh Arwani, Syekh
Mansur Solo, Syekh Muhammad, Syekh Sulaiman al Zuhdi, Syekh Ismail al Barusiy,
Syekh Sulaiman al Quraimi, Syekh Kholid al Baghdadi, Syekh Abdillah al Dahlawi,
Syekh Khabibillah, Syekh Nur Muhammad al Badwani. Syekh saifiddin Syekh
Muhammad Ma’sum Syekh Ahmad al FaruqiSyekh Muhammad al Baqy Billa. Syekh
Muhammad alkhowaajiki. Syekh Darwisy Muham. Syekh muhammad Zahi. Syekh Ubaidillah al
kharor. Syekh Ya’qub al Jarkhiy. Syekh Muhammad ibn ‘alaiddin al ‘atthor. Syekh
Muhammad Bahaiddin al Naqsabandi Syekh Amir Kullal Syekh muhammad Baabaa al
Samasi, Syekh Ali al Rumtan Syekh Mahmud al anjir faghnawi, Syekharif al Riwikari.
Syekh Abdil Kholiq al Ghozduwani. Syekh Yusuf al Hamadaani. Syekh Abi Ali al
Fadhil. Syekh Abi al Hasan Ali al Khorqni. Syekh Abi Yaid Thoifur al Bisthomi.
Syekh Ja’far Shodi. Syekh Qosim bin Muhammad. Sayyidina Salman al Farisi.
Sayyidina Abi Bakar assiddiq. Rasulillah Muhammad SAW.Sayyidina Jibril as. Allah
SWT.
Adap suluk yang dibicarakan dalam
tarekat ini sesuai dengan ajaran khawajaniyah,terdiri daripada delapan
tingkat,dinamakan menurut bahasa persi,pertama husye dardam,yaitu bernafas
tanpa giffah,hudur dan wukuf dalam segala keluar masuk nafas pada tiap hal dan
tempat,kedua nazar barqadam,melihat kepada kaki
untuk menguatkan hudurdan
membersihkan jiwa dalam air afaqi,karena konon panca indera yang lima adalah
sumber mata air yang dapat membersihkan hati,tetapi dapat juga
mengotorkannya,kewajibannya ialah menjaga hati itu yang luasnya seperti lautan
samudera,agar tidak dikotorkan.ketiga safar dan wathan,yang sebenarnya berarti
merantau dalam tanah air mencari dalam sesuatu daerah tertentu,I tetapi dimaksudkan
ialah menukarkan akhlak dan sifat dalam sir diri,dari fana kepada keadaan yang lain,dari suatu ta’yin kepada la
ta’yin.keempat ialah khalawatu dar anjuman,yang berarti tunggal dalam yang
banyak.dengan kata ini dimaksudkan,bahwa pada permulaan khalawat salik itu
halnya adalah banyak dalam tunggal,oleh karena itu ia diselubungi khawatir.maka
menjadilah pendengarannya dan penglihatannya sesuai dengan haq,sebagaimana
disebutkan dalam hadist.kelima berbunyi yadkart,dengan arti dzikrulloh yang
dibagi atas dzikir ism dzat dengan wukuf,dan zikir naïf serta isbat dengan
syarat.keenam baz kasat yang sama artinya dengan “o,tuhan engkaulah
tujuanku,kerelaanMu lah yang kucari”,ketujuh nakah dasyat yaitu bahwa dia
diingat dan mengingatnya ialah tuhan.kedelapan yad dasyat,yang berarti lahir
tauhid hakiki dengan lidah sesudah fana dan baqo yang sesempurna-sempurnanya.
II. Sistem Pengelolaan Tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah
Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
memilih suasana cukup sepi dan sejuk dengan pohon-pohon nyiur, bambu serta
tumbuh-tumbuhan lainnya yang rindang. air sungai Gelis yang jernih membantu
dalam penyediaan air untuk para peserta khalwat.Kegiatan tarekat ini sebagai
mursyidnya adalah biasanya pengasuh pondokPesantren,Tarekat naqsabandiyah
kholidiyah pengelolaannya adalah sebagai berikut:
Secara umum kegiatan tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah
dilaksanakan
di masjid sebagai pondok tarekat, baik itu tawajuhan, sulukan ataupun
pengajian. Baik itu penajian al Qur’an maupun siraman rohaninya. Dan dalam
kegiatan itulah materi-materidiajarkan kepada para pengikut tarekat ini. Dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan, para anggota tarekat berdatangan ke tempat
yang telah di tentukan.Seperti lazimnya yang terdapat di setiap perkumpulan
tarekat,biasanya kelompok tarekat mereka yang sudah lanjut usia yang tampaknya
sudah tidak lagi didorong oleh keinginan mengejar kehidupan duniawi sebagai
dasar utama untuk memperoleh kebahagiaan, mereka merasakan bahwa kebutuhan
spiritual untuk lebih mendekati Allah adalah merupakan tuntutan hidupnya yang
paling menonjol.
Sebagaimana telah tertuang dalam
bab dua, bahwa tarekat tidak mengupas tasawuf dari segi falsafahnya, tetapi
lebih menekankan pada penguasaan amaliah atau praktek di dalam menjalankan
tarekat. Karena hal inilah yang kelihatannya lebih mudah menarik perhatian
serta minat kaum awam untuk mengikuti tarekat, karena mereka rata-rata minat
agamanya cukup kuat tetapi pengertian agamanya masih terbatas. Seperti yang
sering di singgung oleh para pengamat tarekat di Indonesia, bahwa
gerakan-gerakan tarekat di Indonesia pada umumnya kurang begitu memikirkan
perkembangan aspek kontemplasi filosofisnya, tapi justru pada umumnya lebih
menekankan kepada praktek-praktek keta rikatannya.Kegiatan rutin tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyahberupa pengajian syari’at yang biasanya di berikan oleh
para murshid yaitu antara lain: Kitab-kitab yang di jadikan pegangan dalam
pengajian ini diantaranya ialah Safinatun Najah,Jauharotut Tauhid, Bidayatul
Hidayah, Irsyadul ‘ibad, Wasyiyyatul Musthofa, Nashoikhud Diniyah, Kifayatul
Atqiya wa Minhajul Ashfiya,dll
Di
samping menerima pengajian di bidang agama, pengikut tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah juga menerima bimbingan khusus mengenai amaliah sehari-hari tentang
praktek yang dapat di baca pada kitab-kitab tarekat, seperti Risalah Mubarokah,
Ad Duruss Tsamin, al Idloh fie At Thariqat al Khalidiyah, al Futuhah Ar
Robbaniyah dan Umdatus Salik fii Khairil Masaalik. Dalam kegiatan yang di
laksanakan pada hari yang sudah ditentukan inilah yang dinamakan dengan
tawajuhan.Selain kegiatan tawajuhan, para pengikut tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah juga melaksanakan kegiatan Khalwat atau Suluk. Khalwat adalah
mengandung pengertian belajar menetapkan hati, melatih jiwa hati itu berkekalan
ingat kepada Allah dan dengan demikian tetap memperhambakan diri kepada Allah.
Dimana pada saat yang telah ditentukan para pengikut tarekat ber kumpul
melaksanakan wirid bersama,sholat berjamaah, puasa, memperbanyak sholat sunnah.
dilaksanakan berdasar bimbingan dan petunjuk sang mursyid (guru), derajat
kesufian seseorang di kalangan mereka di tentukan oleh seberapa tinggi tingkat
khalwat mereka dalam suatu tataran yang telah ditentukan.Biasanya di kalangan
pengikut tarekat, mereka sering mengartikan sama saja antara khalwat dengan suluk.
Namun berbeda halnya dengan yang ada di dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
mereka mengartikan kholwat itu lebih umum di bandingkan dengan suluk. Suluk
adalah memisahkan diri (menyendiri) dari keluarga dan melakukan wirid. Orang
asalkan menyendiri (nyepi dalam bahasa Jawa), tekun beribadah, melakukan wirid,
dinamakan khalwat sekalipun yang bersangkutan itu berada di dalam rumahnya
sendiri.Kegiatan khalwat ini biasanya dilakukan oleh pengikut tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah di
Pondok/ Masjid /tempat yg ditentukan selama 10
hari.Yaitu setiap tanggal 1-10 Muharam,1-10 Rajab, dan 1-10 Ramadlan.Dalam
pelaksanaan khalwat tarekat naqsabandiyah kholidiyah di daerah kudus contohnya
ini biasanya pesertanya di batasi
Pembatasan terpaksa dilakukan
mengingat fasilitas yang tersedia diTempat yang sudah ditentukan sangat
terbatas.mereka berdatangan dari berbagai daerah di Jawa Tengah, terutama
daerah-daerah Kudus, Jepara, Pati danSemarang. Bahkan juga ada yang datang dari
Jawa Timur dan Jawa Barat.
Selama mengikuti kegiatan khalwat
ini mereka benar-benar dibimbing untuk meningkatkan ibadah, seperti
sholat-sholat sunnah,berpuasa, senantiasa dalam keadaan berwudlu (da’im wudlu)
dan merekatidak di perkenankan makan daging, telur dan ikan. Mereka menanak
sendiri secara kelompok dan menghindari makan masakan orang yangtidak dalam
keadaan suci (punya wudlu).Dari pengamatan yang aku denger, bahwa selama
mengikuti kegiatan tersebut para anggota dengan tenang memperhatikan apa yang
telah di sampaikan oleh guru. Sehingga terlihat adanya kepatuhan yang amat
besar dari seorang murid terhadap mursyid ataupun syekhnya.Itulah gambaran
kegiatan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah.
Secara khusus dalam rangka
memperkuat sistem yang ada dan juga dalam rangka membina para pengikutnya agar
selalu mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan al Qur’an dan Sunnah Rasulullah,
maka tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah mengadakan kegiatan-kegiatannya sebagai berikut: Dalam
rangka meningkatkan kuantitas anggota atau pengikut,maka lembaga tarekat kholidiyah
membuka pendaftaran anggota anggota baru yang yg mau bergabung untuk mempermudah
proses menjadi anggota.Pada umumnya ada beberapa syarat yang mesti di penuhi
oleh seseorang yang hendak masuk dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah,
yaitu:
a. Tujuannya benar, bermaksud
semata-mata untuk melakukan ibadah dan bukan karena riya’
b. Murid harus mempunyai
kepercayaan bahwa guru mursyid itu mempunyai sirrul khususiyah yang bisa
menyampaikannya kepada Allah.
c. Tatakrama yang di ridloi
syara’, seperti belas kasih terhadap orang yang di bawah,
menghormati orang yang sederajat dan orang yang lebih atas, adil
terhadap diri sendiri dan tidak mengutamakan kepentingan diri pribadi.
d. Tingkah laku yang bagus, baik
ucapan maupun tindakan.
e. Menjaga kehormatan dan
kemuliaan. Artinya murid harus selalu menghormati guru, baik dalam keaadaan
hadir (berhadapan) maupun sesudah meninggalkannya. Demikian pula terhadap
sesama muslim.
f. Pelayanan yang baik terhadap
guru, demikian juga harus selalu berkhikmad kepada Allah SWT. dengan jalan
mengerjakan segala perintahNya dan menjauhi segala larangannya.
g. Meluruskan kemauan, yaitu
menuju jalan ma’rifat kepada Allah.
h. Kelestarian niat di dalam
menjalankan tarekat, sebab hal itu akanmenghasilkan ma’rifat. Sebelum dengan
resmi di terima menjadi salik atau murid dalam tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah, calon murid harus terlebihdahulu melalui proses sebagai berikut:
a.mendapat izin dari guru atau
murshid b. melakukan sholat istikharah,
mohon petunjuk kepada Alloh apakah ia mampu mengikutitarekatatautidak.lamanya
istikhoroh 1 sampai 7 hari.dari mimpi yang diperoleh setelah istikhoroh itu
kemudian di ta’birkan oleh murshid ataupun syekhnya.
c. Setelah dua diatas bisa di
penuhi barulah salik boleh di bai’at dan di talqin dengan menggunakan dzikir. Seperti yang di
lakukan dalam tarekat yang lain, Pembaiatanyang ada pada tarekat ini
dilaksanakan pada tiap-tiap hari Jum’at Pahing. Namun yang menjadi ciri dari
tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah setiap yang ingin masuk sebagai
anggotanya haruslah terlebih dahulu melaksanakan Kholwat sebelum di baiat
menjadi anggota. Kegiatan pembaiatan ini di lakukan oleh para mursyid. Dimasa
sekarang ini kegiatan yang di lakukan dalam tarekatNaqsabandiyah Kholidiyah
adalah sama seperti yang di lakukan pada
masa dahulu, Hanya saja yang membedakan terletak pada guruguru yang mengajar
para salik.,
Mengenai pokok-pokok ajaran
Tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah, adalah:
1.
berpegang teguh terhadap paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
2. Mengamalkan sesuatu yang halal
tetapi tidak sepenuhnya, seperti makan minum terlalu kenyang,
mengurangi tidur supaya dapat berdzikir dengan baik.
3. Berhati-hati terhadap masalah
subhat
4. Senantiasa merasa diawasi oleh
Alloh SWT.
5. Menghadapkan diri kepada Alloh
secara kontinyu
6. Berpaling (tidak tergiur)
terhadap kemewahan harta dunia
7. Merasa sepi sendirian dalam
suasana ramai dan hati selalu hudlur kepada Alloh.
8. Berpakaian yang rapi
9. Dzikir khafi (samar tidak
bersuara)
10. Menjaga keluar masuknya nafas
jangan sampai lupa mengingat Alloh
11. Berakhlak yang luhur seperti
yang di contohkan Rosululloh SAW.
III. Tawajuhan Sebagai Model
Pengajaran
Setiap lembaga tarekat mempunyai tradisi
tersendiri di dalam mengarahkan para murid, demikian pula halnya dengan apa
yang ada dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah.Mengenai kegiatan tawajuhan
juga ada kemungkinan keberbedaan model dan juga sistem yang di gunakan. Dalam
tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah kegiatan tawajuhan yang dilaksanakan adalah
dengan mengambil bentuk pemberian siraman rohani dan pengarahan khusus kepada
para murid dengan menggunakan kitabkitab
Tarekat dan kitab-kitab salaf
sebagaimana tersebut diatas, yang intinya adalah dzikir. Kegiatan
tawajuhan yang di lakukan oleh
tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah dengan mengambil bentuk dzikir. Karena menurut
beliau dzikir ini sangat bisa menyentuh pada masing-masing pribadi pengikut
tarekat tersebut. Sebenarnya dalam kegiatan tawajuhan
ini tarekat Naqsabandiyah
Kholidiyah mengambil banyak bentuk didalam melakukan kegiatan tawajuhan,
seperti mauidloh (siraman rohani), pendalaman syari’ah, simakan al Qur’an
sebelum kegiatan tarekat dimulai, serta wirid atau dzikir. Namun di dalam melaksanakan
kegiatan tawajuhan ini yang paling diutamakan adalah kegiatan wirid atau
dzikir. Kegiatan ini mendapatkan porsi Hal ini dikarenakan inti dari kegiatan
tarekat adalah agar manusia terbiasa mengingat Allah. Setelah manusia ingat
kepada Allah tentunya manusia ketika hidup di dunia ini tidak takabur, dengan
kata lain beliau menjelaskan agar manusia di dalam hidupnya bisa sabar dan
ikhlas. Karena dari kasabaran dan kaikhlasan itulah manusia dapat mengetahui
hakikat dirinya sendiri.Dilain kesempatan beliau juga menerangkan bahwa dengan
adanya kagiatan tarekat, lebih khusus lagi adalah kegiatan tawajuhan beliau
mengharapkan manusia agar selalu ingat dengan yang namanya mati. Karena di
dalam tawajuhan ini para murid mendapatkan bekal keterangan tentang
persiapan-persiapan yang harus di punyai di dalam menghadapi pati. Karena di
dalam anggotanya tarekat ini sebagian besar adalah orang yang sudah lanjut
usia, maka baliau mengungkapkan pula bahwasannya yang boleh mengikuti kegiatan
tarekat bukanlah hanya orang-orang yang usianya sudah lanjut yang menurut
prediksi kita ajalnya akan segera datang. Namun lebih jauh menurut beliau yang
namanya tarekat itu bolehlah diikuti siapa saja, kapan saja dan dimanapun
manusia itu berada, karena dengan mengikuti kegiatan tarekat manusia akan
senantiasa ingat bahwa yang namanya pati itu adalah urusan Allah dan semua
manusia akan merasakannya. Hal ini tentunya kalaumanusia selalu merasa ada yang
mengawasi. Secara lebih lanjut beliau menerangkan bahwa tawajuhan yang
dilaksanakan oleh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah sebagaimana yang
tercantum di dalam kitab Risalah Mubarokah,sebagai berikut:
1. Membaca al Qur’an
semampunya.Membaca al Qur’an ini dilakukan bersama-sama oleh seluruh jama’ah yang mengikuti kegiatan
tawajuhan, baik itu imam ataupun makmum
2. Membaca lafald “astaghfirullah”
3. Membaca surat al Fatihah sekali
dan surat al Ikhlas tiga kali. Dimana
dalam membaca surat-surat tersebut
diatas, pahalanya di hadiahkan kepada para guru-guru tarekat
4. Dzikir Ismu Dzat.
Dalam melakukan dzikir tersebut
setidaknya ketika imam telah mencapai hitungan tiga ratus atau seribu,
selanjutnya imam nawajuhi para murid.
Di kala imam akan memulai
tawajuhan, terlebih dahulu seorang
imam membaca:
وسلم : ان فى جسد ابن ادم لمضغة اذا
صلحت ا لمضغة صلح s قال رسول الله صل الله عليه
الجسد كله الا وهي القلب صدق رسول
الله عليه وسلم
Disaat imam membaca hadits Rasul
tersebut para murid berhenti memutar tasbihnya, kemudian para murid mendengarkan
bacaan imam. Ketika imam telah selesai membaca bacaan tersebut para murid
melanjutkan kembali memutar tasbihnya. Pada waktu itu imam masih terus nawajuhi
para murid semampunya dengan jalan mujabahah (dengan jalan bertatap muka).Pada
waktu imam nawajuhi para murid, di dalam hati para murid membaca
افا ضني الله من نور شيخى الى روحى
على الدوام
: “Semoga Allah menyatukan antara
nur guru saya kepada ruh saya selama-lamanya
Adapun niat tawajuhan yang
dilakukan oleh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ialah:
1. Berniat mengumpulkan dzikir
2. Berniat menghilangkang hijab
basyariyah
3. Berniat menurunkan Anwarul Ilaahiyah,
kemudian berdzikir kembali semampunya sesuai dengan yang di hajatkan. Setelah
semuanya selesai kemudian membaca al Qur’an dan di tutup dengan do’a. Dengan
kegiatan tawajuhan seperti diatas tadi, diharapkan pengikut dari tarekat
tersebut bisa selalu ingat dengan Allah sang pencipta. Karena telah penulis
jelaskan di muka, dzikir versi tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah tersebut adalah
semata-mata ingat kepada Allah sang pencipta. Dengan jalan melakukan
dzikir.Pada hakikatnya adalah mengingat Allah dan melupakan apa saja selain
Allah sewaktu dalam berdzikir. Sebagaimana dalam firman Allah Q.S. Kahfi ayat
24 di jelaskan, yang artinya: “Dan ingatlah kepada Tuhanmu, jika kamu lupa dan
katakanlah:
“Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk
kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
Rasulullah SAW pernah bersabda
yang artinya:”Orang-orang yang menyendiri (pertapa) adalah orang yang paling
dahulu (masuk surga)”. Lalu salah seorang sahabat bertanya:
”Wahai Rasulullah siapakah pertapa
itu ?” Rasulullah menjawab: “Pertapa ialah orang yang selalu mengingat Allah”
(H.R. Tirmidzi dari Abi Hurairah). Dzikir asal mulanya adalah ash-shafa, artinya
bersih dan hening. Wadahnya adalah al wafa, artinya menyempurnakan. Dan
syaratnya adalah al hudlur, artinya hadir hati sepenuh. Hamparannya adalah amal
shaleh. Dan khasiatnya adalah pembukaan dari Tuhan.Demikian menurut keterangan
Syaikh Ahmad al Fathani. Dari penjelasan tentang tawajuhan diatas tadi dapat
kita ketahui bersama bahwa model pengajaran tawajuhan dalam tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah adalah dilaksanakan secara rutin, dengan mengambil
langkah selalu mengingat kepada Allah, sebagai implementasinya adalah melalui
pendekatan dzikir.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abu bakar. 1996. PENGANTAR
ILMU TAREKAT. Solo: Pustaka ramadani
Mulyati, Sri.2004.MENGENAL DAN
MEMAHAMI TAREKAT-TAREKAT MUKTABAROH DI INDONESIA. Jakarta : Pustaka prenada
media.
www. Tarekat kholidiyah.com.
www.tarekat kholidiyah di
kudus.com
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas,
dapat disimpulkan bahwa tarekat naqsabandiyah kholidiyah adalah satu tarekat
yang berada diindonesia yang bertujuan untuk mendekat kepada ALLAH SWT dan
supaya menjadi manusia yang mulia dihadapan ALLAH SWT dan menjadi hamba yang
selalu taat kepada-NYA.
Saran dan kesan :
1. marilah kita
berdoa,berusaha,tawakal,ihtiyar
2. jangan tinggalkan sholat
jama’ah,musyawarah dan istiqomah
3. Bersungguh-sungguhlah dalam beribadah,
karena manusia didunia hanya untuk beribadah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT yang dengan taufiq dan hidayah serta
inayahNYA,semoga kami dapat menyelesaikan makalah sebagai syarat untuk
mengikuti UAS (ujian akhir semester).
Semoga sholawat serta salam
senantiasa dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi besar Muhammad SAW, seluruh
keluarganya,para sahabatnya,tabi”in-tabiin serta seluruh kaum muslimin,yang
telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman terang-benderang..amin
Selanjutnya kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini, khususnya kepada para dosen pembimbing ilmu tasawuf.
Dalam penulisan makalahini, kami
menyadari masih banyak kekurangan, kekeliruan maupun kesalahan. Oleh karena itu
kami memohon maaf dan mengharapkan saran dan kritik dari saudara sekalian. Atas
perhatiannya, penulis mengucapkan terimakasih.
Semarang,26 juni 2013.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................I
DAFTAR
ISI..........................................................................................II
PENDAHULUAN
BAB I
A.Latar belakang.....................................................................................1
B.Rumusan
masalah................................................................................1
C.Tujuan
penulisan..................................................................................2
D.Manfaat
penulisan................................................................................2
BAB II
A.Sejarah dalam tarekat
kholidiyah.........................................................3
B.Sistem pengelolaan tarekat
kholidiyah.................................................6
C.Tawajuhan sebagai model
pengajaran..................................................12
BAB III
Penutup.....................................................................................................17
Daftar
pustaka.........................................................
..................................18
BAB II
PEMBAHASAN
Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah
Kelima ajaran dasar Mu’tazilah
yang tertuang Al-Ushul Al-Khamsah
A. At-Tauhid
At-tauhid (Pengesaan Tuhan)
merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah.
Bagi Mu’tazilah Tauhid memiliki arti
yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi
arti kemahaesaan-Nya. Tuhalah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada
satupun yang menyamainya. Oleh karea itu, hanya ialah yang Qadim. Bila ada yang Qadim
lebih dari satu, maka telah terjadi ta’addud
al-qudama (bebilangnya dzat yang tak berpermulaan). Untuk memurnikan
keesaan Tuhan (tanzih), Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki
sifat-sifat, penggambaran fisik Tuhan, (antromorfisme
tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan Esa, tak ada satupun yang
menyerupainya. Dia Maha melihat, kuasa, mengetahui, dan sebagainya. Namun,
mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya itu bukan sifat, melainkan
dzat-Nya. Menurut mereka sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat Tuhan
yang Qadim berarti ada dua yang Qadim yaitu Dzat dan Sifat-Nya. Wasil
bin Ata seperti dikutip oleh Asy-Syahrastani mengatakan, “Siapa yang mengatakan
sifat yang Qadim berarti telah
menduakan Tuhan.” Ini tidak dapat diterima karena perbuatan syirik.
Apa yang disebut sifat menurut Mu’Tazilah adalah Dzat Tuhan itu
sendiri. Abu Al-Hudzail berkata, “Tuhan
mengetahui dengan ilmu, dan ilmu adalah tuhan sendiri, Tuhan berkuasa dengan
kekuasaan dan kekuasaan it adalah Tuhan sendiri,” dengan
demikian,pengetahuan dan kekuasaan Tuhan adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat dan
esensi Tuhan bukan sifat yang menempel pada Dzat-Nya.[1][1]
Mu’tazilah
berpendapat bahwa Al-Qur’an itu baru (diciptakan),
Al-Qur’an adalah manifestasi kalam Tuhan, Al-Qur’an tediri atas rangkaian
huruf, kata, dan bahasa yang satunya mendahului yang lainnya.
Harun
Nasution mencatat perbedaan antara Al-Juba’I dan Abu Hasyim atas pernyataan “Tuhan mengetahui dengan esensi-Nya”.
Menurut Al-Juba’i arti pernyataan tersebut adalah bahwa untuk mengetahui, Tuhan
tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan
mengetahui. Adapun menurut Abu Hasyim,
pernyataan tersebut berarti Tua memilki keadaan mengetahui. Sungguh pun
demikian, mereka sepakat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Terlepas dari adanya
anggapan bahwa Abu Al-Huzail mengambil konsep nafy ash-shifat (peniadaan
sifat Allah) dari pendapat Aristoteles,
agaknya beralasan bila para pendiri mazhab ini lebih berbangga dengan sebutan
ahl al-adli wa at-tauhid (pengikut paham keadilan Keesaan Tuhan).
Doktrin
Tauhid Mu’tazilah lebih lanjut
menjelaskan bahwa tidak ada satupun yang dapat menyamai-Nya. Begitu pula
sebaliknya Tuhan tidak serupa dega makhluk-Nya. Tuhan adalah Immateri. Oleh karena itu, tidak layak
bagi-Nya setiap atribut materi. Segala yang mengeesakan adanya kejesiman Tuhan,
bagi Mu’tazilah, tidak dapat diterima
oleh akal dan itu adalah mustahil. Maha Suci Tuhan dari penyerupaan dari yang
diciptakan-Nya. Tegasnya, Mu’tazilah menolak
antropomorfisme. Penolakan terhadap
faham antropomorfistik bukan semata-mata atas pertimbangan akal melainkan
memiliki rujukan yang sangat kuat didalam Al-Qur’an. Mereka berlandaskan pada
pernyataan Al-Qur’an yang berbunyi :
Artinya : “Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya.”(Q.S. Asy-Syura 42:9)
Memang
tidak dapat dibantah, bahwa Mu’Tazilah,
sebagai aliran lain, telah terkena pengaruh filsafat Yunani. Namun hal itu
tidak kemudian menjadikannya sebagai pengikut buta Helenisme. Dengan didorong
oleh semangat keagamaan yang kuat, pemikiran helinistik yang telah mereka
pelajari, dijadikan sebagai senjata mematikan terhadap serangan para
penentangnya, yakni para Muadditsin rafidah manichscanisme, dan berbagai aliran keagamaan India.[2][2]
Untuk
menegaskan penilaiannya terhadap Antropomorfisme,
Mu’tazilah memberi takwil terhadap
ayat-ayat yang secara lahir menggambarkan kejisiman Tuhan. Mereka memalingkan
arti kata-kata tersebut pada arti lain sehingga hilanglah kejisiman Tuhan.
Tentu saja, pemindahan arti ini tidak dilakukan secara semena-mena, tetapi
merujuk kepada konteks kebahasaan yang lazim digunakan dalam bahasa Arab.
Misalnya kata-kata tangan (Q.S. Shaad
38:75) diartikan kekausaan dan pada konteks yang lain Tangan (Q.S. Al –Maidah
5:64) dapat diartikan nikmat. Kata wajah
(Q.S. Arrahman 55:27) diartikan Esensi dan Dzat, sedangkan Al-Arsy (Q.S. Toha
20:5) diartikan kekuasaan.
B. Al-Adl
Ajaran
dasar mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil.
Adil ini merupakan sifat, yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan.
Karena Tuhan Maha sempurna, Dia sudah pasti adil. Ajaran ini bertujuan ingin
menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam
semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia. Tuhan dipandang
adil apabila bertindak hanya yang baik (ashlah)
dan terbaik (alaslah) dan buan yang
tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjiNya. Dengan
demikian, Tuhan terikat dengan janjinya.
Ajaran tentang keadilan ini,
berkait erat dengan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1. Perbuatan
Manusia
Manusia
menurut mu’tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri terlepas
dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung atau tidak. Manusia
benar-benar bebas untuk menentukan pilihan perbuatannya; baik atau buruk. Tuhan
hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang buruk. Adapun yang disuruh
Tuhan pastilah baik dan apa yang dilarangnya tentulah buruk. Tuhan berlepas
diri dari perbuatan yang buruk. Konsep
ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima
manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. Kebaikan akan
dibalas kebaikan dan kejahatan akan dibalas keburukan, dan itulah keadilan.
Karena, ia berbuat atas kemauan dan kemampuannya sendiri dan tidak dipaksa.
2. Berbuat Baik
dan Terbaik
Dalam
istilah Arabnya berbuat baik dan terbaik disebut ash-shalah dan wa al-aslah.
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi
manusia.[3][3] Tuhan tidak
mungkin jahat dan aniaya karena akan menimbulkan kesan Tuhan penjahat dan
penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan berlaku jahat
kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain berarti Ia tidak adil.
Dengan sendirinya Tuhan juga tidak Maha Sempurna. Bahkan menurut an-nazzam, salah satu tokoh mu’tazilah,
Tuhan tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan,
kemurahan, dan kepengasihan Tuhan, yaitu sifat-sifat yang layak bagiNya. Artinya, bila tuhan tidak bertindak seperti
itu, berarati Ia tidak bijaksana, pelit, dan kasar/kejam.
3. Mengutus
Rosul
Mengutus
rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan dengan alas an-alasan sebagai
berikut:
a.
Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud,
kecuali dengan mengutus rasul kepada mereka.
b.
Al-qur’an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan belas kasih
kepada manusia (Q.S As-Syua’raa 26:29). Cara yang terbaik untuk maksud tersebut
adalah dengan mengutuskan rasul.
c.
Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Agar tujuan
tersebut berhasil, tidak ada jalan lain kecuali mengutus rasul.
C. Al- wa’d dan Al- wa’id
Ajaran ketiga ini sangat erat
hubungannya dengan ajaran kedua diatas. Al-wa’a
wa al-wa’id berarti adalah janji dan dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil dan
Maha Bijaksana, tidak akan melanggar janjiNya. Perbuatan Tuhan terikat dan
dibatasi oleh janjiNya sendiri, yaitu member pahala bagi yang berbuat baik (almuthi) dan mengancam dengan siksa
neraka atas orang yang durhaka (al-ashi).
Begitu pula janji Tuhan untuk memeberi pengampunan bagi orang yang bertaubat
nasuha pasti benar adanya. Ajaran ketiga ini tidak member peluang bagi Tuhan,
selain menunaikan janjiNya, yaitu member pahala orang yang taat dan menyiksa
orang yang berbuat maksiat, kecuali orang yang bertaubat nasuha. Tidak ada
harapan bagi pendurhaka, kecuali bila ia taubat.[4][4] Kejajahatan
dan kedurhakaan yang menyebabkan pelakunya masuk neraka adalah kejahatan yang
temasuk dosa besar, sedangkan terhadap dosa kecil, Tuhan mungkin menghukuminya.
Ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak
melakukan perbuatan dosa.
D. Al- Manzilah bain
Al-Manzilatain
Ini mula-mula yang menyebabakan
lahirnya mazhab Mu’tazilah. Ajaran
ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar.
Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum taubat
bukan lagi mukmin atau kafir melainkan fasik. Izutsu dengan mengutip Ibn Hazm menguraikan pandangan
Mu’tazilah sebagai berikut “orang yang melakukan dosa besar adalah fasik. Ia
bukan mukmin bukan pula kafir, bukan pula munafik (hipokrit).” Mengomentari
pendapat tersebut, Izutsu menjelaskan bahwa sikap Mu’tazilah adalah membolehkan
hubungan perkawinan dan warisan antara mukmin pelaku dosa besar dan mukmin lain
dan dihalalkannya binatang sembelihannya.
Menurut pandangan Mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak bisa
dikatakan sebagai mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya
kepatuhan kepada Tuhan, tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa
besar bukanlah kepatuhan melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan
kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya, dan mengerjakan
pekerjaan yang baik. Hanya saja kalo meninggal sebelum bertaubat, ia dimasukkan
ke Neraka selama-lamanya. Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk
neraka. Orang fasik pun dimasukkan ke neraka hanya
saja siksaannya lebih ringan daripada orang kafir. Mengapa ia tidak dimasukkan
ke surga dengan kelas yang lebih rendah dari mukmin sejati, tampaknya disini
Mu’tazilah ingin mendorong agar manusia tidak menyepelekan dosa terutama dosa
besar.
E. Al-Amr Bi
Al-Ma’ruf wa An-Nahi an Munkar
Ajaran dasar
yang kelima adalah Al-Amr Bi Al-Ma’ruf wa
An-Nahl an Munkar yaitu menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran. Ajaran
ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan
konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan
dengan perbuatan baik, diantaranya menyuruh orang berbuat baik, dan mencegahnya
dari kejahatan.[5][5]
Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar
seperti yang dijelaskan oleh seorang tokohnya yang bernama Abd Al-Jabbar yaitu berikut ini :
1.
Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf yang dilarang itu memang
munkar
2.
Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang.
3.
Ia mengtahui bahwa amr ma’ruf atau nahi munkar tidak akan membawa mudharat yang
lebih besar. Ia engetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak
akan membahayakan dirinya dan hartanya.
Al-Amr bi Ma’ruf wa Al-Nahi An-Munkar
bukan monopoli konsep Mu’tazilah. Fase tersebut sering
digunakan dalam Al-Qur’an. Arti asal Al
Ma’ruf adalah apa yang telah diakui dan diterima masyarakat karena
mengandung kebaikan dan kebenaran. Sedangkan Al-Munkar adalah sebaliknya yaitu sesuatu yang tidak dikenal, tidak
diterima, atau buruk. Fase tersebut berarti seruan untuk berbuat sesuatu sesuai
dengan keyakinan sebenar-benarnya serta menahan diri dengan mencegah timbulnya
perbuatan yang bertentangan dengan norma Tuhan.
Perbedaan
Mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain
mengenai ajaran kelima ini terletak pada tatanan pelaksaannya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan,
kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut. Sejarah pun telah
mencatat kekerasan yang pernah dilakukannya ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lima Ajaran Dasar Teologi
Mu’tazilah diantaranya adalah:
1.
At-tauhid (Pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah.. Tuhan harus disucikan dari
segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah
satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada satupun yang menyamainya.
2.
Al-Adl ajaran dasar mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil.
Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut
pandang manusia, karena alam semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk
kepentingan manusia
3.
Al- wa’d dan Al- wa’id ajaran ketiga ini sangat erat hubungannya dengan ajaran
kedua diatas. Al-wa’a wa al-wa’id berarti
adalah janji dan dan ancaman.
4.
Al- Manzilah bain Al-Manzilatain.Ini mula-mula yang menyebabakan lahirnya
mazhab Mu’tazilah. Ajaran ini
terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Pokok
ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum taubat bukan
lagi mukmin atau kafir melainkan fasik.
5.
Al-Amr Bi Al-Ma’ruf wa An-Nahi an Munkar. Ajaran dasar yang kelima
adalah Al-Amr Bi Al-Ma’ruf wa An-Nahl an
Munkar yaitu menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran. Ajaran ini
menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan.
B. Saran
Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan malakah baik dari segi isi dan penulisan. Kami mengharapkan saran dari
pembaca untuk kiranya dapat meberikan saran untuk memperbaiki makalah ini dimasa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung,
Cet., ke-VI, 2011.
0 Response to "makalah SEJARAH DALAM TAREKAT NAQSABANDIYAH KHOLIDIYAH"
Post a Comment