Pengantar Tarikh Tasyri’
Diajukan
sebagai tugas mata kuliah :
Tarikh
Tasyri’
Dosen
Pengampu:
Hj. Ummu Hana
Yusuf Saumin, MA
Oleh:
Muhammad Arief Putra
NIM:1112043100003
Achmad Sanjaya
NIM:1112043100005
Syaikhu
NIM:1112043100006
PROGRAM
STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434
H/2013 M
MUKADDIMAH
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT Sang Peninggi derajat,
Pencipta bumi dan langit, Pencipta manusia dan jin, penumbuh berbagai tumbuhan.
Bagi-Nya segala pujian di dunia dan di akhirat. Bagi-Nya segala rasa syukur
yang tiada terkira. Dialah Sang Maha Pengampun dan Maha Pengasih. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya yang besar kepada hambanya berupa kemauan dan kesempatan
untuk menyusun makalah ini. Dengan menyebut asma Allah kami selaku penyusun
makalah, berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun pada khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya.
Kami sampaikan shalwat serta salam atas manusia yang diutus sebagai
rahmat bagi sekalian alam, junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dan juga atas
keluarga beliau dan para sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejak beliau
sampai hari kiamat.
Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas untuk mengikuti mata kuliah “TARIKH TASYRI’”, dibawah bimmbingan
dosen kami Hj. Ummu Hana Yusuf Saumin, M.A Yang selanjutnya akan dijadikan
Tuhas kelompok pada mata kuliah tersebut di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa
makalah ini banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik,saran, dan tanggapan dari para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
makalah kami selanjutnya.
Jakarta, September 2013
Pemakalah
DAFTAR ISI
Cover .................................................................................................................................... 1
Mukadimah ........................................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................................... ............................................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................... .............................................................................................................................................. 4
Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 5
a. Pengertian Tasyri’, Syari’at,
Fiqih, dan Hukum Islam ............................................. 5
b. Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’ .................................................................................. 6
c. Macam-macam Tarikh Tasyri’ ................................................................................... 7
d. Prinsip Prinsip Tarikh Tasyri’ .................................................................................... 8
e. Periode Tarikh Tarikh Tasyri’ ................................................................................... 10
f. Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasyri ....................................................................... 13
BAB III................................................................................................................................
14
KESIMPULAN .................................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam konteks apapun, tarikh (sejarah) dianggap sebagai
entitas yang sangat mendasar dalam kehidupan. Sejarah adalah gambaran riil dari
potret kehidupan yang sangat varian dan dinamis. Akumulasi perilaku sosial
keagamaan maupun perilaku sosial lainnya dalam kehidupan masyarakat plural
dapat diamati dan dikritisi melalui fakta empirik peninggalan sejarah kehidupan
manusia. Dengan demikian semua perilaku sosial, baik perilaku positif maupun
negatif akan dapat dilacak melalui data-data historis. Atas dasar ini, fungsi
maupun kontribusi sejarah bagi generasi kemudian adalah memberikan pelajaran
mendasar bagi kehidupannya yang tentu dianggap mampu memberikan inspirasi bagi
praktik kehidupan yang akan datang. Dengan demikian sejarah pada hakikatnya
tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Sejarah akan menjadi inspirasi
kehidupan mereka, dan kehidupan mereka pada gilirannya juga akan menjadi
sejarah baru bagi generasi yang akan datang. Inilah potret sebuah kehidupan
yang selalu terdaur ulang (siklus), perputaran yang tiada henti.Sejarah
mewarnai realitas dan realitas mewarnai sejarah, sebuah proses dialektik yang
dinamis.
Oleh karena itu sangat beruntung bagi siapa saja yang dapat
mengukir dan mewarisi sejarah kehidupan ini dengan baik, sebaliknya celaka dan
rugi mereka yang hidupnya hanya mengotori sejarah kehidupan ini. Lebih-lebih
terkait dengan sejarah penetapan dan penentuan hukum fiqih dalam Islam. Sebab
dengan mengetahui sejarah penetapannya ( tarikh tasyri’) berarti masyarakat
telah memiliki ilmu yang sangat tepat untuk mengetahui periodesasi
perkembangann fiqih. Dimulai dari masa Rasulullah SAW hingga masa kini, seperti
yang kita rasakan sekarang ini. Pada bab ini, akan diawali dengan kajian-kajian
normatif-ontologis, menyangkut tentang pengertian syari’ah dan tasyri’,
macam-macam tasyri’, pengertian tarikh tasyri’, prinsip tarikh tasyri’, periodesasi
tarikh tasyri’, serta kegunaan mempelajarinya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarikh Tasyri’,
Syari’at, Fiqih, dan Hukum Islam.
a. Pengertian TarikhTasyri’
Tarikh artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari,
bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau
riwayat. Menurut Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf yang dikutip oleh Wajidi
Sayadi, tasyri' adalah pembentukan dan penetapan perundang-undangan yang
mengatur hukum perbuatan orang mukallaf dan hal-hal yang terjadi tentang
berbagai keputusan serta peristiwa yang terjadi dikalangan mereka.
Sedangkan pengertian tarikh tasyri' menurut Ali As Sayis
adalah Ilmu yang membahas keadaan hukum pada zaman Rasul dan sesudahnya dengan
uraian dan periodesasi yang padanya hukum itu berkembang, serta membahas
ciri-ciri spesifikasinya keadaan fuqoha dan mujtahid dalam merumuskan hukum
itu. Dengan demikian secara sederhana Tarikh Tasyri' adalah sejarah penetapan
hukum Islam yang dimulai dari zaman Nabi sampai sekarang.
Adapun pembahasannya meliputi:
1.
Periodisasi hukum
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan ciri-ciri spesifikasinya
3. Fuqoha
dan mujtahid
4.
Pemikiran para mujtahid serta sistem pemikiran yang dipakai atau sistem
istinbath
b.
Pengertian Syari’ah
Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang
Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat
dan seluruh kebajikan. Kata syariat berasal dari kata syar’a al-syai’u yang
berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syir’ah
dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air
secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat
lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada
hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari
perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah
hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah
serta dalil-dalil yang berkaitan dengan keduanya seperti ijma’ dan
qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah
kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah,
sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk meraih keselamatan di
dunia dan akhirat.
c
Pengertian Fiqih
Kata fiqih
secara bahasa punya dua makna. Makna pertama adalah al fahmu al mujarrad,
yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja.
Makna yang
kedua adalah al fahmu ad daqiq, yang artinya adalah mengerti atau
memahami secara mendalam dan lebih luas.
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama
dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Sebagiannya lebih merupakan
ungkapan sepotong-sepotong, tapi ada juga yang memang sudah mencakup semua
batasan ilmu fiqih itu sendiri.
Al Imam Abu
Hanifah punya definisi tentang fiqih yang unik, yaitu: Mengenal jiwa manusia
terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
Sebenarnya
definisi ini masih terlalu umum, bahkan masih juga mencakup wilayah akidah dan
keimanan bahkan juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga fiqih yang dimaksud oleh
beliau ini disebut juga dengan istilah Al Fiqhul Akbar.
Ada pun
definisi yang lebih mencakup ruang lingkup istilah fiqih yang dikenal para
ulama adalah:
الْعِلم با
لأحكم الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية
”Ilmu yang
membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari
dalil-dalil secara rinci,”
d.
Pengertian Hukum Islam
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari agama islam dan
menjadi bagian dari agama islam. Daasar dan kerangka hukum islma ditetapkan
oleh Allah. Hukum ini mengartur berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia
dengan tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam
sekitarnya.
B. Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’
Secara umum ruang lingkup kajian tarikh tasyri’ hanya
dibatasi pada keadaan perundang-undangan Islam dari zaman-ke zaman dimulai dari
zaman Rasul hingga zaman masa kini yang ditinjau dari sudut pertumbuhan
perundang-undangan Islam. Sementara itu menurut Kamil Musa dalam al-Madkhal ila
Tarikhi al-Tasyri’ al-Islami mengatakan bahwa ruang lingkup tarikh tasyri’
tidak hanya terbatas pada sejarah pembentukan al-Qur’an dan al-Sunnah,
melainkan juga mencakup pemikiran, gagasan, dan ijtihad para ulama pada kurun
waktu tertentu. Secara spesifik ruang lingkup kajian tarikh tasyri’ islami itu
adalah sebagai berikut:
a. Ibadah
Bab Ibadah khusus berbicara tentang hubungan manusia dengan
Tuhan. Pembentukan hukumnya bersumber pada nash-nash syariat langsung, oleh
karena itu ketetapan hukum yang berhubungan dengan lapangan ibadah ini bersifat
abadi, tidak memerlukan perubahan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat.
b. Hukum Keluarga
Lapangan pembahasan hukum keluarga adalah lebih luas
daripada lapangan munakahat, karena membahas masalah pernikahan, warisan, wasiat
dan wakaf.
c. Muamalat
Bab muamalat berisi tentang hak-hak manusia dalam hubungannya
dengan satu sama lain.
d. Jinayat atau hudud
Pembahasannya meliputi aturan-aturan yang mengatur tata cara
melindungi dan menjaga keselamatan hak-hak dan kepentingan ketentraman manusai.
e. Hukum Kenegaraan
Hukum ini membahas tentang hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya dalam berbagai ruang kehidupan.
f. Hukum Internasional
Lapangan pembahasan hukum internasional ini terdapat dua
pembagian yang spesifik, pertama berkenaan dengan hukum perdata Internasional,
yaitu aturan-aturan yang menerangkan hukum mana yang berlaku, dari dua hukum
atau lebih. Kedua adalah hukum publik Internasional, lapangan hukum ini
mengatur antara Negara Islam dengan Negara lain yang bukan dalam lapangan
keperdataan.
C. Macam-macam Tasyri’
Dari ta’rif tentang tasyri’ di atas dapatlah diketahui bahwa
tasyri’ adalah suatu ilmu khusus yang membicarakan tentang tata cara atau proses
pembentukan hukum Islam.
Dengan demikian tasyri’ akan menjelaskan bagaimana cara
seorang ulama menetapkan suatu ketentuan hukum atau fiqh, yang bersumber kepada
nash atau syari’at, baik yang bersumber dari wahyu Allah maupun dari penjelasan
Rasulullah.
Pembentukan undang-undang Islam (tasyri’) ada dua sumber
yakni:
1. Tasyri’ Samawi
Tasyri’ Samawi adalah kumpulan perintah, larangan, petunjuk
dan kaidah-kaidah yang disyari’atkan Allah kepada umat, melalui tangan rasul
yang diutus dari bangsa mereka sendiri. Rasul mengajak umat untuk mengamalkan
semua itu dan menyampaikan apa yang dijanjikan Allah, yang terdiri dari pahala
bagi orang yang taat dan siksa bagi orang yang melakukan maksiat. Secara
singkat tasyri’ samawi adalah hukum yang berasal dari ketetapan agama atau
peraturan-peraturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadits.
2. Tasyri’ Wadh’i
Tasyri’ Wadh’i adalah peraturan-peraturan yang ditetapkan
oleh para mujtahidin, baik mujtahidin para sahabat, maupun mujtahidin para
tabi’in atau tabi’ tabi’in dan seterusnya dengan jalan mengistinbatkan dari
nash Al-qur’an maupun al-Hadits dan mereka melaksanakan sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh hukum itu.
Sedangkan perbedaan dari kedua tasyri’ tersebut dapat dipandang dari berbagai segi, diantaranya :
Sedangkan perbedaan dari kedua tasyri’ tersebut dapat dipandang dari berbagai segi, diantaranya :
a. Hukum samawi bermaksud membentuk
seseorang seperti berakhlak baik, maka di dalamnya dididik kesucian hati,
ketinggian jiwa, ketanggapan perasaan, menyebarluaskan kewajiban, dan
memperhatikan kuatnya hubungan diantara seseorang dengan saudaranya dan dengan
penciptanya secara sempurna. Berbeda dengan hukum wadh’i yang tidak memperhatikan
itu kecuali apa yang wajib bagi seseorang menurut pandangan manusia, walaupun
menyalahi apa yang dikhususkan seseorang bagi jiwanya.
b. Hukum samawi itu positif dan
negatif, dalam arti ia memerintah dan menghendaki kebaikan melalui janji yang
baik, serta mencegah dari kemungkaran, dan macam-macam penyakit serta menjauhi
itu semua dengan ancaman yang menakutkan dan larangan keras. Sedangkan
undang-undang wadh’i, ia hanya memperhatikan, pertama-tama larangan berbuat
kejahatan demi menolak kerusakan dalam masyarakat. Karena itu, hukum wadh’i
dipandang yang negatifnya saja atau lebih banyak segi negatifnya daripada segi
positifnya.
c. Hukum samawi merupakan agama yang
dianut, maka mengerjakannya merupakan ketaatan dan diberi pahala karenanya, dan
menyalahinya merupakan maksiat yang diberi siksa. Sedangkan hukum wadh’i,
balasannya langsung di dunia dan bersifat materi, dilaksanakan oleh penguasa badan
eksekutif dan yudikatif.
d. Hukum samawi memperhitungkan amal
perbuatan, baik lahir maupun batin dan yang akan datang, yang merupakan wasilah
pada yang lainnya. Sedangkan hukum wadh’i tidak memperhitungkan itu, kecuali
sebagian perbuatan lahir yang mempunyai hubungan dengan yang lainnya.
e. Hukum samawi itu merupakan ciptaan
Allah, ia meliputi semua perbuatan hamba-hamba-Nya, baik yang nampak maupun
yang tidak Nampak. Ia selalu abadi, adil dan memenuhi apa yang mereka maksud,
dari segi kemaslahatan yang Allah ajarkan kepada mereka hingga habis waktu yang
ditentukan untuk hukum itu. Berbeda dengan hukum wadh’i, ia adalah hasil
produkn penguasa dalam masyarakat, dan tidak diragukan lagi bahwa dalam
penyusunannya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi, serta dalam pengamalannya
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, ‘urf (kebiasaan), adat dan lingkungan,
serta dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti waktu, tempat, dan cuaca.
f. Terkadang hukum wadh’i boleh
menghidupkan apa yang diharamkan hukum samawi, seperti menjual khamer, membuka
rumah bordil, melakukan riba, dengan alasan bahwa ini mencukupi kemaslahatan
manusia, atau bahayanya hanya sedikit. Sebagaimana juga melarang yang
dibolehkan atau diwajibkan oleh hukum samawi, seperti melarang manusia
berkumpul, melarang menanam kapas umpamanya dengan ukuran tertentu, menghalangi
mereka menikah kecuali pada umur tertentu atau tidak melakukan potong tangan
bagi pencuri atau mendera peminum khamer, dengan alasan bahwa hukum had itu
menafikan kasih sayang dan peradaban.
Itulah segi-segi perbedaan antara dua hukum secara global. Dari sini jelaslah bahwa hawa nafsu, kehendak, faktor yang tumpang tindih, pandangan pembuat hukum, kadar peradaban dan ilmunya berpengaruh besar dalam hukum wadh’i.
Itulah segi-segi perbedaan antara dua hukum secara global. Dari sini jelaslah bahwa hawa nafsu, kehendak, faktor yang tumpang tindih, pandangan pembuat hukum, kadar peradaban dan ilmunya berpengaruh besar dalam hukum wadh’i.
D. Prinsip Prinsip Tarikh Tasyri’
Mu’arikh hukum Islam menjelaskan beragai prinsip hukum islam. Prinsip-prinsip hukum islam yang dijelaskan mu’arikh adalah sebagai berikut:
a. Menegakkan Maslahat
Maslahat
berasal dari kata as-sulh atau al-islah yang berarti damai dan
tenteram. Damai berorientasi pada fisik, sedangkan tenteram berorientasi pada
psikis. Adapun yang dimaskud maslahat secara terminologi adalah perolehan
manfaat dan penolakan terhadap kesulitan. Maslahat adalah dasar semua kaidah yang
dikembangkan dalam hukum Islam. Ia memiliki landasan yang kuat dalam al-Quran.
Tujuan syariat Islam adalah mewujudkan
kemaslahatan individu dan masyarakat dalam dua bidang dunia dan akhirat. Inilah
dasar tegaknya semua syariat Islam, tidak ada satu bidang keyakinan atau
aktivitas insani atau sebuah kejadian alam kecuali ada pembahasannya dalam
syariat Islam, dikaji dengan segala cara pandang yang luas dan mendalam.[1][9]
b. Menegakkan Keadilan (Tahqiq al-‘Adalah)
Keadilan
memiliki beberapa arti. Secara bahasa, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada
tempatnya (wadl’ al-syai’ fi mahallihi). Salah satu keistimewaan syariat
Islam adalah memiliki corak yang generalistik, datang untuk semua manusia
untuk menyatukan urusan dalam ruang
limgkup kebenaran dan memadukan dalam kebaikan.
Dalam bebrapa ayat al-Quran dijumpai
perintah untuk berlaku adil, diantaranya sebagai berikut: “…Berlakulah adil,
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa…” (QS. Al-Maidah: 8), “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajukan…” (QS. An-Nahl: 90),
dan “…Maka damaikanlah keduanya dengan adil dan berlakulah adil.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.
Al-Hujarat: 9)
c. Tidak Menyulitkan (‘Adam al-Haraj)
al-Haraj memiliki
beberapa arti, diantaranya sempit, sesat, paksa, dan berat. Adapun arti
terminologinya adalah segala sesuatu yang menyulitkan badan, jiwa atau harta
secara berlebihan, baik sekarang maupun dikemudian hari. (Shalih ibn Abd Allah
ibn Hamid).
Hukum Islam datang masih dalam batas kemampuan
seorang mukallaf, tidak diluar batas kemampuan dan sulit diemban. Dan ini tidak
bertentangan dengan tabiat dan persepsi manusia, sebab semua pekerjaan dalam
hidup ini pasti ada masyaqah (beban) dan kepenatan sampai kebutuhan
primer sekalipun tetap ada bebannya seperti makan, minum dan mencari rizki.[2][10]
d. Menyedikitkan Beban (Taqlil al-Taklif)
Taklif secara bahasa berarti beban. Arti etimologinya
adalah menyedikitkan. Adapun secara istilah, yang dimaksud taklif adalah
tuntutan Allah untuk berbuat sehingga dipandang taat dan (tuntutan) untuk
menjauhi cegahan Allah. (Wahbah Zuhaili, I, 1986)
Dengan demikian yang dimaksud taqlil
taklif secara terminology adalah menyedikitkan tuntutan Allah untuk
berbuat; mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi cegahan-Nya (Jaih, 1995: 48)
e. Berangsur-angsur (al-Tadrij)
Hukum Islam
dibentuk secara gradual atau tadrij, dan didasarkan pada al-Quran
yang diturunkan secara berangsur-angsur. Prinsip tadrij memberikan jalan
kepada kita untuk melakukan pembaruan
karena hidup manusia mengalami perubahan. Pembaruan yang dimaksud adalah
memperbarui pemahaman keagamaan secara sistematis sesuai dengan perkembangan
manusia dalam berbagai bidang, terutama teknologi. Akan tetapi, prinsip ini
sering dipraktikan oleh umat Islam pada umumnya sebagai perubahan yang tidak
terukur. Sesuai dengan tuntutan modernitas, hendaklah setiap perubahan
menggunakan tujuan dan target sehingga berjalan secara sistematis.
E. Periodisasi Tarikh Tasyri’
Ulama membagi periode-periode yang dilalui hukum Islam.
Setiap periode mempunyai ciri khusus pada keadaan sosial kaum muslimin yang
mana hal itu mempunyai pengaruh signifikan dalam ijtihad dan fatwa mereka yang
sampai kepada saat ini. Periode-periode tersebut dibagi menjadi enam periode,
antara lain:
1. Tasyri’ pada masa Rasulullah SAW.
Periode ini hanya berlangsung beberapa tahun saja, walaupun demikian periode ini membawa pengaruh-pengaruh atau kesan-kesan yang besar dan penting sekali, sebab pada periode ini sudah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan juga sudah meninggalkan berbagai dasar atau pokok tasyri’ yang menyeluruh, disamping sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil hukum yang digunakan untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan yang belum ada ketetapan hukumnya.
Dengan demikian periode Rasul ini sudah meninggalkan dasar pembentukan Undang-undang yang sempurna. Periode ini terdiri dari dua fase atau masa yang masing-masing mempunyai corak yang berbeda-beda, yaitu :
Periode ini hanya berlangsung beberapa tahun saja, walaupun demikian periode ini membawa pengaruh-pengaruh atau kesan-kesan yang besar dan penting sekali, sebab pada periode ini sudah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan juga sudah meninggalkan berbagai dasar atau pokok tasyri’ yang menyeluruh, disamping sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil hukum yang digunakan untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan yang belum ada ketetapan hukumnya.
Dengan demikian periode Rasul ini sudah meninggalkan dasar pembentukan Undang-undang yang sempurna. Periode ini terdiri dari dua fase atau masa yang masing-masing mempunyai corak yang berbeda-beda, yaitu :
a. Fase Makkah
Fase pertama adalah Fase Makkah yakni semenjak Rasulullah masih menetap di Makkah sampai beliau berhijrah ke Madinah. Dalam fase ini umat Islam masih sedikit, masih lemah keadaannya dan belum bisa membentuk umat yang mempunyai pemerintahan yang kuat. Oleh karena itu perhatian Rasulullah SAW hanya dicurahkan kepada penyebaran da’wah untuk mengakui Allah serta berusaha memalingkan perhatian manusia dari menyembah berhala dan patung.
Fase pertama adalah Fase Makkah yakni semenjak Rasulullah masih menetap di Makkah sampai beliau berhijrah ke Madinah. Dalam fase ini umat Islam masih sedikit, masih lemah keadaannya dan belum bisa membentuk umat yang mempunyai pemerintahan yang kuat. Oleh karena itu perhatian Rasulullah SAW hanya dicurahkan kepada penyebaran da’wah untuk mengakui Allah serta berusaha memalingkan perhatian manusia dari menyembah berhala dan patung.
b. Fase Madinah
Fase kedua adalah fase Madinah, yakni semenjak Rasulullah berhijrah ke Madinah sampai beliau wafat. Pada fase ini Islam sudah kuat dan jumlah umat islam pun bertambah banyak. Sudah terbentuk suatu umat yang sudah mempunyai suatu pemerintahan.
Sumber tasyri’ pada periode ini dipegang sendiri oleh Rasulullah SAW. Sedangkan sumber hukum pada periode Rasulullah adalah Al-Qur’an dan sunah beliau sendiri.
Fase kedua adalah fase Madinah, yakni semenjak Rasulullah berhijrah ke Madinah sampai beliau wafat. Pada fase ini Islam sudah kuat dan jumlah umat islam pun bertambah banyak. Sudah terbentuk suatu umat yang sudah mempunyai suatu pemerintahan.
Sumber tasyri’ pada periode ini dipegang sendiri oleh Rasulullah SAW. Sedangkan sumber hukum pada periode Rasulullah adalah Al-Qur’an dan sunah beliau sendiri.
2.
Tasyri’ pada masa Sahabat atau al-Khulafaau al-Raasyiduun.
Periode ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW dan berakhir pada pertengahan abad ke-2 Hijriah. Periode ini dinamakan dengan periode sahabat dikarenakan otoritas tasyrik pada masa ini dipegang oleh para sahabat. Pada saat itu para sahabat dihadapkan pada keadaan yang sukar dan masalah yang besar. Hal ini terjadi karena kekuasaan islam sudah sangat meluas. Kaum muslimin mendapatkan dirinya dihadapan kejadian dan peristiwa yang belum pernah dialaminya sepanjang hidupnya. Peristiwa dan kejadian itu yang mendorong mereka menyelidiki Al-qur’an dan As-sunnah Rasulullah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang datang. Sementara kedua sumber hukum tersebut jelas tidak menetapkan hukum setiap kejadian dan peristiwa yang telah dan akan terjadi. Rasulullah menyediakan cara-cara berijtihad bagi mereka, melatih dan meridlai mereka. Mereka mencurahkan kemampuannya dan bersemangat mengeluarkan hukum permasalahan-permasalahan yang di hadapi.
Dalam periode inilah timbulnya penafsiran nash-nash yang diterima dari rasul dan terbukalah pintu istinbat terhadap masalah-masalah yang tidak ada nashnya yang jelas. Dalam periode ini Islam berkembang sangat luas mulai dari Timur ke Barat serta Utara ke Selatan, meliputi : Irak, Syiria, Mesir, Afrika dan lain-lain.
Para sahabat pada periode ini menafsirkan nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Hadits, yang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash tersebut. Selain Al-Qur’an dan Hadits, sumber hukum pada periode ini adlah Ijma’ dan Ar-ra’yu para sahabat.
Periode ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW dan berakhir pada pertengahan abad ke-2 Hijriah. Periode ini dinamakan dengan periode sahabat dikarenakan otoritas tasyrik pada masa ini dipegang oleh para sahabat. Pada saat itu para sahabat dihadapkan pada keadaan yang sukar dan masalah yang besar. Hal ini terjadi karena kekuasaan islam sudah sangat meluas. Kaum muslimin mendapatkan dirinya dihadapan kejadian dan peristiwa yang belum pernah dialaminya sepanjang hidupnya. Peristiwa dan kejadian itu yang mendorong mereka menyelidiki Al-qur’an dan As-sunnah Rasulullah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang datang. Sementara kedua sumber hukum tersebut jelas tidak menetapkan hukum setiap kejadian dan peristiwa yang telah dan akan terjadi. Rasulullah menyediakan cara-cara berijtihad bagi mereka, melatih dan meridlai mereka. Mereka mencurahkan kemampuannya dan bersemangat mengeluarkan hukum permasalahan-permasalahan yang di hadapi.
Dalam periode inilah timbulnya penafsiran nash-nash yang diterima dari rasul dan terbukalah pintu istinbat terhadap masalah-masalah yang tidak ada nashnya yang jelas. Dalam periode ini Islam berkembang sangat luas mulai dari Timur ke Barat serta Utara ke Selatan, meliputi : Irak, Syiria, Mesir, Afrika dan lain-lain.
Para sahabat pada periode ini menafsirkan nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Hadits, yang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash tersebut. Selain Al-Qur’an dan Hadits, sumber hukum pada periode ini adlah Ijma’ dan Ar-ra’yu para sahabat.
3.
Tasyri’ pada masa sahabat kecil dan tabi’in.
Di akhir abad pertama, terdapat golongan tabi’in yang selalu menyertai para sahabat yang mempunyai keahlian dalam bidang fatwa dan tasyri’. Dari para sahabat itulah para tabi’in mempelajari Al-qur’an dan menerima riwayat hadits serta bermacam-macam fatwa.
Sumber tasyri’ di masa ini ada empat macam :
Di akhir abad pertama, terdapat golongan tabi’in yang selalu menyertai para sahabat yang mempunyai keahlian dalam bidang fatwa dan tasyri’. Dari para sahabat itulah para tabi’in mempelajari Al-qur’an dan menerima riwayat hadits serta bermacam-macam fatwa.
Sumber tasyri’ di masa ini ada empat macam :
a.
Al-Qur’an
b.
Al-Hadist
c.
Al-Ijma’,dan
d. Al-Qiyas ( Al-Ijtihad dengan jalan
qiyas atau dengan jalan istinbat yang lain )
Para Ulama mufti berhenti pada nash yang mereka peroleh di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka tidak beranjak lagi dari nash-nash itu.
Apabila mereka tidak mendapati di Al-Qur’an dan Hadist mengenai suatu peristiwa
yang memerlukan keputusan hukum, akan tetapi mereka mengetahui bahwa ulama salaf
telah berijma’ mengenai hukum itu, merekapun mengamalkannya berdasarkan ijma’
ulama salaf tersebut. Apabila mereka tidak mejumpai dalam nash dan ijma’,
barulah mereka berijtihad dan beristinbath.
4. Tasyri’ pada masa at-Baut Tabi’in
Kondisi hukum pada masa ini mulai berjalan pada kekuatan yang komprehensif, melangkah dalam wilayah yang luas sehingga hukum hampir menjadi kesatuan yang independen dalam keistimewaannya dan sempurna kematangannya dari sebelumnya. Luas cakupannya dalam kesulitan dan tangkapannya, penyusun percerai beraiannya, membantu perjuangan dalam menampakkan ketersembunyiannya dan menguatkan kaidah-kaidahnya. Sehingga hukum Islam menjadi berjaya yang menfaat bagi generasi berikutnya dan kaum muslimin tidak perlu bersusah payah dalam memahami bagian-bagiannya atau menguatkan keumumannya.
Pada periode ini periode pertumbuhan kekuatan, kematangan pemikiran, kehidupan ilmiah yang luas, pembahasan yang mendalam dan mengahasilkan, keindahan fiqih, ijtihad mutlak. Pada masa ini dibukukan ilmu-ilmu Al-Qur’an, Sunnah, Kalam, Bahasa, dan bermunculan ahli Qori’ ahli Hadist dan lain-lain. Pembinaan hukum pada masa ini sudah menjadi cabang ilmu pengetahuan. Di dalamnya lahir para fuqaha’ yang menjadi tumpuan taqlid keagamaan.
Kondisi hukum pada masa ini mulai berjalan pada kekuatan yang komprehensif, melangkah dalam wilayah yang luas sehingga hukum hampir menjadi kesatuan yang independen dalam keistimewaannya dan sempurna kematangannya dari sebelumnya. Luas cakupannya dalam kesulitan dan tangkapannya, penyusun percerai beraiannya, membantu perjuangan dalam menampakkan ketersembunyiannya dan menguatkan kaidah-kaidahnya. Sehingga hukum Islam menjadi berjaya yang menfaat bagi generasi berikutnya dan kaum muslimin tidak perlu bersusah payah dalam memahami bagian-bagiannya atau menguatkan keumumannya.
Pada periode ini periode pertumbuhan kekuatan, kematangan pemikiran, kehidupan ilmiah yang luas, pembahasan yang mendalam dan mengahasilkan, keindahan fiqih, ijtihad mutlak. Pada masa ini dibukukan ilmu-ilmu Al-Qur’an, Sunnah, Kalam, Bahasa, dan bermunculan ahli Qori’ ahli Hadist dan lain-lain. Pembinaan hukum pada masa ini sudah menjadi cabang ilmu pengetahuan. Di dalamnya lahir para fuqaha’ yang menjadi tumpuan taqlid keagamaan.
5.
Tasyri’ pada masa tarjih
Pada periode ini wilayah kekuasaan islam telah terbagi-bagi dalam beberapa bagian yang setiap bagian dipimpin oleh seorang gubernur (Amirul Mukminin). Akibat pembagian ini umat islam tertimpa kelemahan dan kemerosotan karena negara-negara ini saling berbantah-bantahan, banyak terjadi fitnah, ujian berturut-turut, terputusnya berbagai sarana transportasi, permusuhan dan perpecahan banyak terjadi. Meskipun Ulama dalam periode ini telah merintangi dirinya dan menetapkannya agar mengikuti imam tertentu dalam penetapannya dan fatwanya, ternyata mereka juga memiliki usaha-usaha yang agung yang dapat mengangkat keadaannya dan meninggikan derajatnya. Karena mereka tidak berhenti secara total dengan menghadapi batas taklid secara murni, tetapi mereka mengumpulkan atsar-atsar, mentarjih riwayat-riwayat, mengeluarkan ilat-ilat hukum, mengeluarkan problematika dari berbagai masalah dan cabang-cabang hukum.
Pada periode ini tidak ada mujtahid mustaqil dan usaha para ulama ketika itu dapat diringkaskan pada tiga hal, yaitu : penta’lilan hokum-hukum, tarjih dan dukungan terhadap madzhab.
Pada periode ini wilayah kekuasaan islam telah terbagi-bagi dalam beberapa bagian yang setiap bagian dipimpin oleh seorang gubernur (Amirul Mukminin). Akibat pembagian ini umat islam tertimpa kelemahan dan kemerosotan karena negara-negara ini saling berbantah-bantahan, banyak terjadi fitnah, ujian berturut-turut, terputusnya berbagai sarana transportasi, permusuhan dan perpecahan banyak terjadi. Meskipun Ulama dalam periode ini telah merintangi dirinya dan menetapkannya agar mengikuti imam tertentu dalam penetapannya dan fatwanya, ternyata mereka juga memiliki usaha-usaha yang agung yang dapat mengangkat keadaannya dan meninggikan derajatnya. Karena mereka tidak berhenti secara total dengan menghadapi batas taklid secara murni, tetapi mereka mengumpulkan atsar-atsar, mentarjih riwayat-riwayat, mengeluarkan ilat-ilat hukum, mengeluarkan problematika dari berbagai masalah dan cabang-cabang hukum.
Pada periode ini tidak ada mujtahid mustaqil dan usaha para ulama ketika itu dapat diringkaskan pada tiga hal, yaitu : penta’lilan hokum-hukum, tarjih dan dukungan terhadap madzhab.
6. Tasyri’ pada masa taqlid
Masa ini adalah lesunya himmah ulama untuk mencapai ijtihad mutlak dan kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi untuk mengeluarkan hukum-hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah dan mengistinbatkan hukum-hukum yang tak ada nashnya dari sesuatu dalil syariat. Pada masa ini ulama membatasi diri dalam mengikuti cara yang telah dibentangkan oleh para mujtahidin yang telah lalu. Pada masa ini umat islam dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan pengaruh dari luar. Semua pengaruh itu menolak kemerdekaan berfikir dan menyeretnya kepada taqlid, menjadi pengikut madzhab-madzhab yang ada.
Masa ini adalah lesunya himmah ulama untuk mencapai ijtihad mutlak dan kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi untuk mengeluarkan hukum-hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah dan mengistinbatkan hukum-hukum yang tak ada nashnya dari sesuatu dalil syariat. Pada masa ini ulama membatasi diri dalam mengikuti cara yang telah dibentangkan oleh para mujtahidin yang telah lalu. Pada masa ini umat islam dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan pengaruh dari luar. Semua pengaruh itu menolak kemerdekaan berfikir dan menyeretnya kepada taqlid, menjadi pengikut madzhab-madzhab yang ada.
F. Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasyri’ AL-Islami
Dari beberapa penjelasan tentang tarikh tasyri’dapat
diketahui bahwa mempelajari tarikh tasyri’ mempunyai beberapa kegunaan antara
lain :
1. Mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan hukum.
2. Mengetahui sumber-sumber hukum dan
madzhab-madzhabnya serta mengungkap keistimewaan dan tujuan-tujuannya.
3. Mengetahui kaum muslimin terdahulu
dalam mengerahkan kemampuan dan semangat mereka dalam mempertahankan syariat
dan berusaha mengungkap rahasia-rahasianya.
4. Menyelidiki hukum dan
hikmah-hikmahnya yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia.
5. Mengetahui para fuqoha’, para
mujtahid dan sejarah kehidupan intelektual dalam kapasitasnya sebagai para
pejuang dan pembela agama islam.
Itulah gambaran global kehidupan apabila tidak ada batasan-batasan dan keterbukaan moral. Dengan tujuan ini, Allah menetapkan kelompok manusia sejak dulu merasa butuh penetapan aturan yang dapat mengikat mereka dari perpecahan, menyejahterakan kehidupan dan dapat menjaga keberlangsungan faktor-faktor kebangkitan.
Itulah gambaran global kehidupan apabila tidak ada batasan-batasan dan keterbukaan moral. Dengan tujuan ini, Allah menetapkan kelompok manusia sejak dulu merasa butuh penetapan aturan yang dapat mengikat mereka dari perpecahan, menyejahterakan kehidupan dan dapat menjaga keberlangsungan faktor-faktor kebangkitan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan, bahwasanya pengertian syariah adalah hukum yang ditetapkan oleh
Allah melalui rasul-Nya untuk hamba-Nya, agar mereka mentaati hukum itu atas
dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliyah (ibadah dan muamalah),
dan yang berkaitan dengan akhlak. Sedangkan tasyri’ adalah
pembuatan/pembentukan Undang-undang untuk mengetahui hukum-hukum bagi perbuatan
orang dewasa, dan ketentuan-ketentuan hukum serta peristiwa yang terjadi di
kalangan mereka.
Adapun tasyri’ dibagi menjadi dua macam, yaitu : Tasyri’
Samawi dan Tasyri’ Wadh’i. Sedangkan pengertian tarikh tasyri’ adalah ilmu yang
membahas tentang keadaan fiqih Islam pada masa kerasulan (Nabi Muhammad SAW)
dan masa-masa sesudahnya, dimana masa-masa itu dapat menolong dalam pembentukan
hukum, dan dapat menjelaskan hukum yang tiba-tiba datang, baik terdiri dari
nasakh, takhsis, dan sebagainya, maupun membahas tentang keadaan para fuqaha
dan mujtahidin serta hasil karya mereka dalam menyikapi hukum tersebut.
Periodesasi tarikh tasyri’ dibagi atas enam periode antara
lain : masa Rasulullah, masa sahabat, masa tabi’in, masa at-baut tabi’in, masa
ulama murajjihun dan masa ulama muqallidun. Sementara itu tarikh tasyri’
berguna untuk kemaslahatan manusia
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad
Ali As-Sayis, Sejarh Fikih Islam, Pustaka Al-Kautsar Jakarta Cetakan pertama
2003
Muhammad
Zuhri, Terjemah Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Darul Ihya’ Semarang 1980
Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, PT. Pustaka Rizki Putra Semarang 1997
Abdul
Fatah, Zulkifli, Tarikh Tasyri’ 1, Gunung Jati Jakarta 1985
Muhammadiyah
Dja’far, Pengantar Ilmu Fiqih, Kalam Mulia Jakarta 1992
Hasan Khalil, Rasyad, Tarikh
Tasyri’, Sejarah Legislasi Hukum Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Abdul
Wahhab Kholaf, Ringkasan Sejarah Perundang-undangan Islam, Ramadani Solo 1974
[8] Jaih Mubarak, hal. 7-11
[9] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’,
Sejarah Legislasi Hukum Islam, Jakarta: Amzah, 2009, hal 22.
[10] Rasyad Hasan Khalil, hal. 28.
0 Response to "Makalah Pengantar Tarikh Tasyri'"
Post a Comment